im exactly know... what im supose to be.....

Search This Blog

March 14, 2012

ANEMIA

A.    Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola makanan, social ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan. Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk.
Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukan zat gizi besi. Selain itu penyebab anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit (cacing). Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia gizi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setaip harinya. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa.
 Akibatnya dan menurunkan prestasi belajar, olah raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi. Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama ini ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri secara dini belum terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka harus banyak mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi. Selain itu penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pencegahan infeksi cacaing dan pemberian tablet Fe yang dikombinasikan dengan vitamin C.
B.  Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Secara laboratories, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal.
Batasan umum digunakan adalah criteria WHO pada tahun 1968. Dinyatakan anemia bila terdapat nilai dengan criteria sebagai berikut .
Ø  Laki-laki dewasa                                      Hb <13gr/dl
Ø  Perempuan dewasa tidak hamil           Hb <12gr/dl
Ø  Perempuan hamil                                   Hb < 11gr/dl
Ø  Anak usia 6-14 tahun                             Hb  <12gr/dl
Ø  Anak usia 6 bulan-6tahun                     Hb <11gr/dl
            Untuk anemia di klinik, rumah sakit, atau praktek klinik pada umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut.
·         Hb < 10gr/dl
·         Hematokrit < 30%
·         Eritrosit < 2,8 juta/mm3

Derajat anemia
Derajat anemia ditentukan oleh Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut.
§  Ringan sekali          Hb 10 gr/dl-13 gr/dl
§  Ringan                     Hb 8 gr/dl-9,9 gr/dl
§  Sedang                    Hb 6 gr/dl-7,9 gr/dl
§  Berat                       Hb <6 gr/dl


Prevalensi  
Perkiraan prevalensi anemia di Indonesia menurut Husiani, dkk. Tergambar dalam table dibawah ini.

Prevalensi anemia di Indonesia
Kelompok populasi
Angka prevalensi
1.      Anak prasekolah
30-40%
2.      Anak usia sekolah
25-35%
3.      Dewasa tidak hamil
30-40%
4.      Hamil
50-70%
5.      laki- laki dewasa
20-30%
6.      pekerja berpenghasilan rendah
30-40%

Untuk angka prevalensi anemia di dunia snagat bervariasi, bergantung pada goegrafi dan taraf sosial ekonomi masyarakat.

C. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.

Penyebab umum dari anemia:
  Perdarahan hebat
  Akut (mendadak)
  Kecelakaan
  Pembedahan
  Persalinan
  Pecah pembuluh darah
  Penyakit Kronik (menahun)
  Perdarahan hidung
  Wasir (hemoroid)
  Ulkus peptikum
  Kanker atau polip di saluran pencernaan
  Tumor ginjal atau kandung kemih
  Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
  Berkurangnya pembentukan sel darah merah
  Kekurangan zat besi
  Kekurangan vitamin B12
  Kekurangan asam folat
  Kekurangan vitamin C
  Penyakit kronik
  Meningkatnya penghancuran sel darah merah
  Pembesaran limpa
  Kerusakan mekanik pada sel darah merah
  Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
  Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
  Sferositosis herediter
  Elliptositosis herediter
  Kekurangan G6PD
  Penyakit sel sabit
  Penyakit hemoglobin C
  Penyakit hemoglobin S-C
  Penyakit hemoglobin E
  Thalasemia (Burton, 1990).

D.     Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau kedunya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut.
1.      Anoksia organ target karena berkurangya jumlah oksigen yang dapat dibawah oleh darah ke jaringan.
2.      Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia
Kombinasi kedunya ini akan menimbulkan gejala yang timbul disebut Sindrom anemia

E.      Manifestasi klinik
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindromo anemia atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah tiitik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menurut organ yang terkena.
1.      System kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas saat beraktivitas, angina pectoris, dan gagal jantung.
2.      System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendering, mata berkunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, perasaan dingin pada ekstermitas.
3.      System urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
4.      Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halus.

Gejala khas masing-masing Anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemiaadalah sebagai berikut.
1.      Anemia defisiansi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
2.      Anemia dafesiansi asam folat : lidah merah ( buffy tongue).
3.      Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali.
4.      Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mokusa dan tanda-tanda infeksi

Gejala akibat penyakit dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejal ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tanga berwarna kuning seperti jemari.

F.      Klasifikasi Anemia

1.      Anemia Aplastik
Merupakan Anemia Normokromik, normositer yang disebabkan oleh disfungsi sum-sum tulang, sedangkan sel darah merah yang mati tidak diganti.
Gejala :
a.      Sindrom Anemia : gejala anemia bervariasi, mulai ringan sampai berat.
b.      Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan seperti petekie dan ekimosis
c.       Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan, dan sepsis.
d.      Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali
2.      Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Gejala:
a.      Gejala umum anemia : Jika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Badan akan lemah, lesu cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
b.      Gejala khas akibat defisiensi besi : Koilorikia (kuku sendok), Atrifi papil lidah (permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap), stomatitis angularis (adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna putih pucat), Disfagia(nyeri menelan)
3.      Anemia Megalobalastik
Adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblash dalam sum-sum tulang. Sel megaloblash adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kes, dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar.Anemia yang disebabkan karena defisiensi Vit B12 dan asam folat
Gejala:
a.      Ikterus ringan akibat pemecahan globin
b.      Glositis dengan lidah berwarna merah, stomatitis angularis
c.       Purpura trobositopeni karena maturasi megakariosit terganggu.
4.      Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.
5.      Anemia sel sabit
Sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.

G.     Pemeriksaan Diagnostik
1 . Pemeriksaan laboratorium hematologis
pemeriksaan laboratorium hematologis dilakuka secar a bertahap sebagai berikut.
a.      Tes penyaring : kadar hemoglobin apusan darah tepi
b.      Pemeriksaan rutin : leukosit, tromosit, LED.
c.       Pemeriksaan sumsum tulang
2 .Pemeriksaan labiratorium nonhematologis, meliputi :
a.      Faal ginjal
b.      Faal endokrin
c.       Asam urat
d.      Faal hati
e.      Biakan kuman

PEMERIKSAAN PENUNJANG
  • Uji Hematologi/Lab. Darah : untuk menentukan jenis dan penyebab anemia
-          Kadar Hb/Hmt
-          Indeks eritrosit, leukosit dan trombosit
-          Kadar Fe, asam folat, Vitamin B12
-          Waktu pendarahan, waktu protrombin dan waktu tromboplastin
  • Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
  • Penatalaksanaan
-          Ditujukan untuk mencari penyebab
-          Mengganti darah yang hilang
Dan penatalaksanaan tergantung dari jenis anemia (Aplasti, hemolitik, defisiensi besi, megaloblastik, dll)

H.     Penatalaksanaan Keperawatan

PENGKAJIAN
a.      Pengumpulan data
1.      Identifikasi klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2.      Identitas penanggung
3.      Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama : pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita,
Pemerisaan fisik
4.      Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari.
Kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat.
Tanda : Gangguan gaya berjalan
5.      Sirkulasi
Gejala : Palpitasi atau nyeri.
Tanda : Tekanan darah menurun, nadi lemah, pernafasan lambat, warna kulit pucat atai sianosis, konjungtiva pucat.
6.      Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari.
7.      Integritas ego
Gejala : Kuatir, takut.
Tanda : Ansietas, gelisah.
8.      Makanan / cairan
Gejala : Nafsu makan menurun.
Tanda : Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.
9.      Hygiene
Gejala : Keletihan / kelemahan
Tanda : Penampilan tidak rapi.
10.  Neurosensori
Gejala : Sakit kepala / pusing, gangguan penglihatan.
Tanda : Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
11.  Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada punggung, sakit kepala.
Tanda : Penurunan rentang gerak, gelisah.
12.  Pernafasan
Gejala : Dispnea saat bekerja.
Tanda : Mengi
13.  Keamanan
Gejala : Riwayat transfusi.
Tanda : Demam ringan, gangguan penglihatan.
14.  Seksualitas
Gejala : Kehilangan libido.
(Doenges, E, Marilynn, 2000, hal : 582 – 585).

B.      Diagnosa Keperawatan
1.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan :             dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.

Kriteria hasil :  -melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
- menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
  
Intervensi :
1.      Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
2.      Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
3.      Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
4.      Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

2.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

Tujuan : peningkatan perfusi jaringan

Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi :
1.      Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2.      Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3.      Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
4.      Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
5.      Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

3.      Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.

Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.

Kriteria hasil : - mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.
Intervensi:
1.      Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2.      Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
3.      Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
4.      Bantu untuk latihan rentang gerak.
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
5.      Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)
Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.
4.      Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.

Kriteria hasil : - pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
- mengidentifikasi factor penyebab.
- Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi
1.      Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.

2.      Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas
3.      Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
4.        Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

I.       Hasil-hasil Riset mengenai Anemia

1.      Penelitian halterman yang berjudul Iron Deficiency and Cognitive Achievement Among School-Aged Children and Adolescents in the United States meneliti tentang hubungan antara Anemia defisiensi besi (ADB) terhadap skor tes kognitif dengan sampel penelitian anak-anak usia sekolah dan remaja. Dari 5398 sampel pada anak-anak didapatkan prevalensi 3% menderita anemia defisiensi besi. Prevalensi ADB lebih tinggi didapatkan pada remaja putri sebanyak 8,7%. Hasil penelitian menunjukan nilai matematika pada penderita ADB lebih rendah (Halterman, 2001).
2.      Penelitian A. Sen dan S.J. Kanani yang berjudul Deleterious Functional Impact of Anemia on Young Adolescent School Girls meneliti tentang hubungan ADB dengan pertumbuhan fisik dan fungsi kognitif di Gujarat-India. Sampel penelitian adalah siswi umur 9-14 tahun. Variabel bebas adalah kadar hemoglobin dan variabel terikat adalah tes IQ yang dimodifikasi dari tes Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC). Pada anak yang tidak anemia didapatkan skor IQ lebih tinggi dari pada anak yang anemia (Sen, 2006).
3.      Penelitian di Amerika Serikat, mendapatkan nilai rata-rata matematika pada anak yang menderita anemia defisiensi besi lebih rendah dibanding anak tanpa anemia defisiensi besi (Halterman, 2001). Penelitian Bidasari di daerah perkebunan Aek Nabara bekerjasama dengan Fakultas Psikologi USU (2006) pada anak usia 7–14 tahun yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh Full IQ tidak melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi kognitif terutama dalam bidang aritmatika (Lubis, 2008).
4.      Penelitian di Gujarat-India menunjukan prevalensi anemia mencapai 67% dari sampel. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara signifikan pada penderita anemia mempunyai skor IQ yang lebih rendah daripada yang tidak anemia (Sen, 2006).
5.      Di Indonesia prevalensi anemia pada remaja putri tahun 2006, yaitu 28% (Depkes RI, 2007). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi anemia gizi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun 57,1% dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita mempunyai resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri ( Isniati, 2007)

REFERENSI :
1.      Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
2.    Handayani, Wiwik.2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.Salemba Medika : Jakarta 



No comments:

Post a Comment